Karena Cinta Ku Labuhkan Hatiku Pada Sang Pemilik Hati
Assalamu’alaikum, ukhti…..
Aku seorang mahasiswi semester 3 di salah satu Universitas di Yogyakarta. Umurku 19 tahun (Beliau tidak mau ditulis namanya). Aku terlahir dari keluarga yang sangat menyayangiku. Aku belum berjilbab sejak kecil, karena itu orang tuaku tidak pernah memaksaku berjilbab. Saat kecil, aku hanya berjilbab kalau ke tempat mengaji saja. Justru aku lebih sering memakai jilbab saat aku SMA, awalnya aku berjilbab karena SMA ku berbasis Islam dan mewajibkan siswinya untuk memakai jilbab.
Karena Cinta Ku Labuhkan Hatiku Pada Sang Pemilik Hati. Aku bersyukur Allah sangat menyayangiku. Ia membukakan mata, telinga, pikiran dan hatiku agar aku semakin dekat denganNya. Tentu, semua perubahan yang terjadi padaku tidak semata – mata datang begitu saja. Aku juga punya cerita hijrah yang lumayan seru. Hehe. Jalan gelap dan rumit telah aku lewati, bahkan aku sempat putus asa hingga akhirnya aku menemukan setitik cahaya yang membawaku kearah yang jauh lebih baik. Banyak hal yang membuatku ingin berhijab syari. Aku sangat bersyukur karena hasil rentetan masa lalu telah membawaku sampai sejauh ini. Apapun yang aku capai sekarang maupun di masa depan nanti, semua karena pelajaran di masa lalu begitu membekas dan mampu membentukku.
Aku akan mulai menceritakan beberapa pengalaman hidupku yang sangat membekas hingga akhirnya mampu membuatku menjadi pribadi yang lebih kuat dan jauh lebih baik. Sebelumnya aku meminta maaf jika ada beberapa orang yang akan aku ceritakan nanti. Aku sama sekali tidak bermaksud ingin menjelek – jelekkan ataupun niat buruk lainnya. Semua ini aku tulis karena aku ingin berbagi pengalaman agar pembaca mampu mengambil hikmah dari cerita hidupku.
Bagaimanapun nyaman dan tenangnya ketika lelaki dan wanita belum mahram, maka sesuatu itu tidak bisa disebut cinta. Itu hanya nafsu saja yang mengatasnamakan dirinya sebagai cinta. Padahal cinta itu fitrah dan suci datangnya dari Allah. Tidak semestinya kita menodai cinta dengan hal yang diharamkan Allah.
Aku mulai mencintainya dalam diam, aku hanya berharap dia masih bisa merasakan doaku. Setelah semua hal menyakitkan itu perlahan – lahan berangsur pulih, sembari menyembuhkan hatiku aku berniat untuk tidak berpacaran selama setahun. Aku ingin menyendiri menyembuhkan semua rasa sakit hatiku.
Aku senang melihat diriku yang sekarang. Aku semakin yakin dan mantap dalam hijrahku. Tapi, tidak sampai disitu. Ketika aku berusaha istiqomah dalam hijrahku, justru teman – temanku mendorongku agar aku mulai berani menjalin komunikasi yang baik lagi dengan dia, mantanku yang masih aku cintai dalam diam sampai sekarang. Aku takut hal ini akan menggoyahkan hijrahku. Tetapi, dengan dukungan mereka akhirnya aku mau memulai menyapa dia lagi. Bukankah silaturahmi diantara sesama muslim harus tetap saling terjaga? Pikirku pada awalnya. Aku tidak menyangka kalau dia justru meresponku dengan sangat baik.
Entah kenapa rasa rindu dan sakit hati yang selama ini aku pendam seperti terobati begitu saja. Padahal seharusnya aku tahu kalau ini tidak dibolehkan Allah. Lagi lagi ini adalah ujianku dalam berhijrah. Memang aku senang setelah bertemu dengannya, tapi aku juga merasa ada hal yang berubah darinya. Aku berharap dia semakin menjadi pribadi yang lebih baik, tetapi sepertinya tidak seperti itu. Memang itu pilihan hidupnya dan tidak seharusnya aku ikut campur dengan hidupnya yang sekarang. Aku hanya berharap dia selalu bahagia dengan setiap pilihannya dan baik – baik saja. Entah dia jodohku atau bukan, aku tetap berharap dia selalu menjadi laki – laki yang baik.
Bukankah hidup itu pilihan dan kita sendiri yang menentukan hidup kita akan memilih yang mana. Sudah semestinya kita tahu bahwa apapun yang kita pilih haruslah kebaikan dan kebaikan saja. Memang, ada hal – hal yang sering aku rindukan yang masih dapat aku temui pada dirinya. Tetapi, lebih dari itu aku merasa lebih takut jika Allah marah lagi padaku. Sejujurnya aku sudah benar – benar capek mencintainya, aku ingin berhenti mencintainya dan dapat membuka hati untuk orang lain yang lebih baik tapi aku tidak tahu bagaimana cara melakukannya. Aku takut rasa cintaku padanya lebih besar daripada rasa cintaku padaNya.
Naudzubillah. Sampai akhirnya aku memutuskan untuk mengutarakan perasaanku dan berhenti berharap padanya. Aku harap jika dia sudah tahu perasaanku maka aku akan lega dan ikhlas untuk benar – benar meninggalkannya. Aku ingin menjauh lagi dan berharap satu – satunya pada Allah. Aku selalu berdoa agar apapun yang terjadi akan semakin mendekatkan aku dengan Allah. Dan benar, lagi – lagi Allah menyelamatkanku.
Terimakasih atas nikmatmu yang telah mengizinkan aku merasakan bagaimana indahnya dan sakitnya pernah benar – benar mencintai seseorang. Aku tahu rasa ini tidak semestinya. Aku tidak ingin mencintai makhlukMu dengan lebih besar daripada aku mencintaiMu. Bukankah aku juga punya orang tua yang butuh cintaku? Ingatlah orang tua kita, pandangi wajahnya. Apa sudah cukup cinta yang kita berikan kepadanya selama ini? Memang cinta adalah anugrah terindah yang Allah berikan. Tapi tidak sepatutnya kita mencintai dengan cara yang salah. Kita harus pandai dalam mencintai. Kita harus selalu ingat bahwa hanya Allah-lah yang pantas dicintai dengan sebesar – besarnya. Bukankah hanya cinta kepada Allah yang tidak akan bertepuk sebelah tangan? Mencintai Allah dan Rasulullah tidak hanya membuat hati kita lebih tentram tapi juga menuntun langkah kita menuju surga dan bertemu dengan Allah dan Rasulullah. Ya Allah, sungguh kekuasaanMu meliputi segala hal. Sungguh, Engkaulah yang Maha membolak – balikkan perasaan hambaMu.
0 Response to "Karena Cinta Ku Labuhkan Hatiku Pada Sang Pemilik Hati"
Post a Comment